Banyak yang mengklaim kalau jalur pendakian gunung Ciremai via pos Linggar Jati adalah jalur Walisongo.
Secara singkatnya,konon Walisongo melakukan perjalanan mendaki gunung
Ciremai dan di pandu oleh kakeknya Sunan Gunung Jati. Pendakian di mulai
dari desa Linggar Jati, dan Pos Ciebunar adalah tempat pertama
rombongan Walisongo berkemah.
Medan pendakian lewat jalur ini memang terkenal paling sulit di
banding dengan jalur-jaluir lain seperti Palutungan maupun Majalengka.
Sampai – sampai kakeknya Sunan Gunung Jati kelelahan (mungkin karena
pengaruh usia) pas di pertengahan gunung.
Kakeknya Sunan gunung Jati akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan
pendakiannya,dan memilih beristirahat,dan mempersilahkan rombongan
Walisongo untuk meneruskan pendakian dengan di temani oleh empat orang
pengawalnya sang kakek.
Kakeknya Sunan Gunung Jati memilih istirahat sembari duduk bersila di
atas batu besar. Batu inilah yang sekarang di kenal dengan sebutan Batu
Lingga. Karena saking lamanya duduk untuk berkhalwat, sampai-sampai
batu tempat duduk ini meninggalkan bekas dan berbentuk daun waru atau
jantung.
Kakeknya Sunan Gunung Jati sampai lama di tengah gunung Ciremai
karena sampai Walisongo sudah turun,Sang Kakek tidak mau ikut turun di
karenakan malu.
Karenanya ada yang menyebutnya sebagai Satria Kawirangan.
Di atasnya sedikit dari Pos Batu Lingga ada pos Sangga Buana. Kalau
di perhatikan di pos Sangga Buana ini,pohon-pohonnya ada yang unik.
Yakni pucuknya meliuk ke arah bawah semua.
Konon, para pengawalnya Sang Kakek yang mestinya menemani Walisango
ternyata juga tidak kuat meneruskan pendakian. Akhirnya mereka sepakat
untuk mengikuti jejak Sang Kakek. Dan sebagai penghormatan kepada Sang
Kakek,mereka membungkukkan badannya kebawah ke arah sang Kakek
beristirahat.
Para pengawal ini atas kuasa Allah berubah menjadi pepohonan yang pucuk-pucuknya meliuk kebawah.
Sampailah rombongan Walisongo di bawah puncak 1 ciremai bertepatan
dengan waktu sholat ashar tiba. Walisongo pun menunaikan sholat jamaah
asar di bawah puncak satu.
Usai sholat asar rombongan Walisongo memutuskan untuk istirahat dan makan bersama.
Namun ketika akan mulai memasak,ternyata semua persediaan laukpauk
dan bumbu-bumbunya sudah habis. Cuma ada garam dapur saja yang tersisa.
Seadanya yang penting ada yang di makan,walaupun cuma nasi putih campur garam tetap enak dan bisa untuk menambah tenaga baru.
Karena hal inilah puncak II Ciremai di namakan sebagai Puncak Pengasinan. Karenan cuma makan nasi sama garam yang asin rasanya.
Perjalanan Walisongopun di lanjutkan sampai ke puncak 1. Dan untuk
menghormati Kakeknya Sunan Gunung Jati,Walisaongo berdoa minta petunjuk
kepada Allah bagaimana cara penghormatan untuk orang sudah bersusah
payah ikut memandu pendakian ini.
DenganIzin dan Kuasa Allah SWT, puncak tempat Walisongo berdiri
amblas kedalam sampai kedalamannya sejajar dengan tempat Kakeknya Sunan
Gunung Jati beristirahat di Batu Lingga.
Karenanya kawah Ciremai memang exotis namun menyeramkan jika di banding dengan dengan kawah-kawah gunung lainnya.
Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui semua kebenaran cerita ini.
Kisah ini pernah diceritakan oleh Mbah Saman,pemilik warung makan dan
penginapan di jalur pendakian Linggar Jati. Tepatnya kurang lebih 100
meter setelah Pos pendaftaran.
Satu pesan dari Mbah Saman yang selalu kami ( KOMA PEKALONGAN ) ingat-ingat.
Kalau mau mendaki gunung dengan selamat, jangan melakukan pendakian dari belakang gunung.
Lakukanlah pendakian dari depan sebagai mana sopan santun kita terhadap orang tua.
Bagian depan gunung ialah apabila dilihat gunung itu berbentuk kerucut atau segi tiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar