Jumat, 23 Maret 2012

Mengeksplorasi Desa Terpencil dalam Peta Pendidikan Indonesia

12 Januari 2012 menjadi jawaban bagi penantian SD YPPK Manusela dan SD Negeri Maraina untuk mendapatkan bacaan baru. Saat itulah tim 1 Buku untuk Indonesia tiba di Bumi Pattimura. Setelah mendapatkan restu dari Wakil Gubernur Maluku, Pangdam Pattimura dan Kabag Diknas Maluku Selatan, perjalanan yang melelahkan pun ditempuh. Tim 1 Buku yang diwakili oleh Dharma Wijayanto dan Rosa Dahlia ditemani dua anggota Pangdam Pattimura dan tiga pemandu sewaan mulai menuju desa Mosso sebagai starting point pendakian gunung Binaiya, lokasi Manusela dan Maraina berada, selama empat hari. Ya, kedatangan tim 1 Buku untuk Indonesia ke gunung ini memang untuk memberikan ilmu pengetahuan dengan penyaluran buku-buku sumbangan.
Pendakian gunung Binaiya diawali dengan doa yang diucapkan tim bersama warga desa Mosso, lokasi nol meter pendakian gunung ini. Rombongan penyalur buku pun mulai menapakkan kaki di lebatnya rimbun pohon-pohon yang masih rapat. Mereka melewati Taman Nasional Manusela terlebih dahulu. Taman ini masih menjadi suaka yang nyaman bagi tumbuhnya flona dan juga hidup flora asli Maluku. Perjalanan mereka diiringi oleh nyanyian alam yang bersenandung memberi semangat bagi perjuangan tim ini menelurkan ilmuwan-ilmuwan baru dari desa terpencil yang belum terjamah modernisasi.
Perjalanan menyalurkan buku ini berat. Mereka harus melewati padang lumpur yang cukup luas, menyeberangi sungai yang airnya mengalir segar, menebas rumput-rumput liar untuk membuka jalan juga melewati tanjakkan yang sangat curam. Beratnya perjalanan mereka tak hanya dikarenakan oleh medan yang sulit, bukan hanya oleh beban berat di pundak mereka, juga oleh harapan-harapan anak-anak desa terpencil untuk membuka pengetahuan yang lebih luas terhadap dunia.
Hari keempat perjalanan mendaki, mereka tiba di Manusela. Hujan menyambut kedatangan mereka dihiasi dengan teriakan riang anak-anak desa. Keadaan
Manusela sekali lagi masih sangat hijau. Penduduk di daerah ini menggantungkan hidup pada harmonisasi alam. Tidak ada listrik, jarak dengan daerah-daerah modern membutuhkan waktu berhari-hari, bahkan untuk sekedar berobat. Tak heran ketika anak-anak menyambut riang kedatangan tim 1 Buku untuk Indonesia, mereka memancarkan ledakan suara harapan akan dunia yang mendekat.
Jika dilihat dari kaca mata modern, Manusela akan selalu diidentikkan dengan keadaan primitif. Akan tetapi jika dilihat dari kaca mata ilmu pengetahuan, Manusela dan desa-desa sekitar yang dilewati dalam pendakian gunung Binaiya adalah cerminan bahagia persahabatan manusia dengan alam.
Tim 1 Buku untuk Indonesia mengangkat kembali optimisme mereka untuk membuka pengetahuan, bukan berarti meninggalkan persahabatan mereka dengan alam. Buku-buku baru memang menjadi impian sejak lama. “Mereka punya minat baca yang tinggi, ironisnya tidak ada cukup buku bacaan untuk mengakomodasi minat mereka tersebut,” ujar Rosa, pencetus sekaligus ketua 1 Buku untuk Indonesia saat ditanyai tentang keadaan pendidikan di Manusela dan Maraina.

Keadaan pendidikan di daerah terpencil ini memang harusnya menjadi agenda perbaikan. Di tengah-tengah komersialisasi lembaga pendidikan yang memakemkan biaya yang mahal, justru keadaan pendidikan mereka sangat tertinggal. Rosa menggambarkan keadaan ini seperti anak ayam yang kehilangan induknya. “Bagaimana tidak, guru di Manusela yang rutin mengajar hanya ada satu orang, Mama Yuli saja,” ucapnya.
Rosa menceritakan bahwa seharusnya ada dua guru PNS dan satu Kepala
Sekolah yang juga PNS yang ditempatkan di daerah tersebut, hanya saja nyatanya yang mengabdi di sana adalah seorang Mama Yuli yang notabene adalah guru honorer. “Guru-guru PNS tersebut hanya datang ketika ada pemantauan, bisa dikatakan mereka mengambil hak mereka tapi tidak melaksanakan kewajibannya,” ungkap Rosa menunjukkan raut wajah yang prihatin.
Pendidikan dasar di dua desa tersebut didapatkan secara gratis, padahal untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus ke kota dan membayar sejumlah uang. “Banyak yang putus sekolah setelah lulus SD, kecuali mereka yang punya saudara di kota,” ujar Rosa menjelaskan. Biaya operasional sekolah pun menjadi faktor ketertinggalan sekolah dasar di dua desa tersebut, tak heran jumlah buku yang ada pun masih sangat sedikit.
Berawal dari Cerita, Bermodalkan Tekad dan Nekat 
Berbalut celana gunung warna coklat, kaos hitam dan sandal jepit hitam, Rosa Dahlia, perempuan yang sangat suka menunggang Vespa Hitam ini menceritakan kronologi penyaluran buku yang dia lalui. Jumat, 3 Februari 2012 di angkringan KR, Jalan Mangkubumi, dia bersama rekan penggagas 1 Buku untuk Indonesia lainnya, Anjar Nurhadi menjelaskan proses menemukan ide hingga pemberangkatan pertama 1 Buku untuk Indonesia ke Manusela dan Maraina.
“Awalnya ya Cuma cerita perjalanan saja, tepat di tempat ini,” ujar Anjar
Nurhadi yang juga menjabat sebagai humas program 1 Buku untuk Indonesia sembari menunjuk satu tempat di tengah teras gedung KR,. Dia menjelaskan bahwa ide untuk program ini muncul saat Rosa dan Anjar sedang makan di angkringan. Suasana malam menemani cerita Rosa tentang pengalamannya mengekplorasi alam di Gunung Binaiya pertengahan Oktober 2011. Rosa menceritakan kegiatannya bersama dengan tim ekplorasi Maluku Aku Cinta Indonesia (ACI) yang digagas oleh detik.com.
“Dari cerita Rosa, kami kemudian prihatin, kami cari tahu lebih lanjut ternyata tidak banyak informasi yang menyelami seluk beluk Manusela dan Maraina,” ungkap Anjar sambil sesekali menunjukkan gestur kesal atas ketidakmerataan penddidikan di dua desa tersebut.
“Banyak kebetulan dan keberuntungan dalam menjalankan program ini, kami sendiri kadang heran kalau antusiasme orang lain ternyata besar untuk membantu program ini,”Setelah mendapatkan ide, Rosa dan Anjar mengkomunikasikan ide tersebut dengan dua orang teman lainnya yaitu Chendy Maya (bendahara) dan Scolastika Febby (sekretaris). 1 Buku untuk Indonesia resmi berdiri tanggal 1 November 2011. Tanggal bagus yang tidak disengaja ternyata menjadi salah satu tonggak kemajuan pendidikan di Manusela dan Maraina.
Rosa, dengan nada penuh syukur, mengungkapkan kebahagiaannya atas suksesnya penyaluran buku pertama mereka ke Manusela dan Maraina.
Anjar dan Rosa bergantian menceritakan banyak keberuntungan yang mereka dapatkan, mereka sepakat semuanya bermodalkan nekat. Mulai dari penghimpunan buku yang mengandalkan kerabat dekat pada awalnya hingga publikasi yang ternyata berhasil mendapatkan respon dari banyak orang melalui akun twitter @1buku dan facebook 1 Buku untuk Indonesia. Publikasi ini berhasil menghimpun sekitar 3000 buku di basecamp 1 Buku untuk Indonesia, Mrican, Sleman, Yogyakarta hingga Januari 2012.
Setelah mendapatkan respon besar dan sumbangan banyak buku, masalah lain yang harus mereka pikirkan adalah
biaya yang juga besar untuk menyalurkan buku tersebut ke Maluku. Akhirnya dengan bantuan teman-teman yang tersebar di beberapa daerah di Jawa, mereka berhasil mengumpulkan sejumlah uang. “Alhamdulilah lebih dari cukup untuk mengantarkan kami dan juga buku-buku sumbangan ini ke Manusela dan Maraina,” ungkap Anjar tanpa mau menyebutkan secara rinci jumlah rupiah yang mereka dapatkan.
Saat keberangkatan pun penuh kejutan, “Tanggal 5 Januari kami diberi tahu kalau kapal dari Jakarta ke Maluku berangkat tanggal 9, dan saat itu kami belum packing sama sekali, lagi-lagi m
odal nekat akhirnya kami kirim bukunya ke Jakarta untuk diberangkatkan,” cerita Anjar. Mereka bercerita juga kalau mereka sempat ditolong oleh Thamrin Tamagola, Sosiolog UI, dalam proses pengiriman buku di Jakarta.
“Saya akhirnya berangkat ke Maluku tanggal 11 Januari, saya didampingi teman saat eksplorasi alam ACI, Dharma yang sudah sama-sama tahu medan di sana,” lanjut Rosa. Keberuntungan ternyata tidak berhenti di situ, kedatangan mereka di Maluku pun telah dikatahui oleh Wakil Gubernur, Pangdam dan Diknas setempat. Dukungan warga juga mereka dapatkan. Dengan berbekal restu-restu tersebut, beban untuk menyampaikan buku ke anak-anak di Manusela dan Maraina yang harus ditempuh dalam waktu berhari-hari pun terasa lebih ringan.
“Kami senang, akhirnya mereka dapat buku bacaan baru, walaupun kami sempat pesimis,” ungkap Anjar Nurhadi.
Membuka Mata Indonesia akan Pendidikan Tertinggal di Daerah Terpencil
Seperti yang diungkapkan oleh Anjar dan Rosa, belum banyak orang yang mengetahui keberadaan Manusela dan Maraina. Hal ini tentu saja membuat mereka jauh dari bantuan. Akan tetapi ke-nekat-an yang didasari tekad yang kuat teman-teman 1 Buku untuk Indonesia telah menuliskan dua daerah tersebut dalam agenda perbaikan pendidikan di Indonesia. Tidak heran, program yang digagas muda-mudi Magelang yang berdomisili Yogyakarta ini mendapat banyak dukungan yang mengejutkan.
Resty Febriyanne adalah salah satu suporter 1 Buku untuk Indonesia yang juga pencetus Sahabat Satu Buku di Bogor. “Banyak yang punya keinginan membantu teman-teman di pelosok, program satu buku ini menjadi mediasiu yang bagus antara sahabat satu buku dengan mereka,” ungkap Resty dengan penuh antusias. Resty bahkan merencanakan konser amal dengan tiket berupa buku untuk membantu jalannya program ini.
Lain dengan Resty, Adullah Hakim Tehuayo, pemandu perjalanan tim 1 Buku untuk Indonesia dalam pendakian, mengatakan saat terharu dengan tekad mereka. Saat dihubungi melalui telepon, Dullah yang merupakan warga asli Maluku ini tidak menyangka jika Rosa, dkk benar-benar mewujudkan impian anak-anak di Desa terpencil ini. “Saya heran, Pemda Maluku saja tidak kepikiran hal seperti ini, mereka (tim 1 Buku untuk Indonesia) justru punya inisiatif yang bagus untuk membantu anak-anak di daerah kami.”
Dullah juga mengungkapkan harapan yang besar akan kemajuan pendidikan anak-anak di daerah terpencil seperti Manusela dan Maraina. Dia mengungkapkan rasa bahagianya
karena melalui tim ini dia bisa melihat sebuah gerakan nyata dari orang-orang yang masih peduli terhadap pendidikan di daerah yang bahkan tidak diketahui sebagian besar masyarakat Indonesia.
1 Buku untuk Indonesia telah memberikan makna bagi perjuangan memajukan pendidikan di Indonesia. Bukan hanya membuka pengetahuan anak-anak, program ini juga akan terus menghimpun bantuan berupa buku dari masyarakat Indonesia ke daerah-daerah tertinggal yang lain. Program ini telah membuka mata masyarakat Indonesia tentang pentingnya gerakan nyata yang memberi makna. 1 Buku untuk Indonesia, Indonesia menanti terus perjuangan kalian!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar